Tuesday, March 29, 2016

Tipe-tipe kelompok sosial

Setelah paham tentang pengertian dan ciri-ciri sebuah kelompok sosial, Anda mungkin bertanya, "seperti apa bentuk kelompok sosial dalam kenyataannya?" Beberapa klasifikasi berikut akan membantu Anda menjawab pertanyaan tersebut.

Klasifikasi Durkheim
Durkheim membagi kelompok sosial menjadi dua, yakni kelompok sosial yang didasarkan pada solidaritas mekanik dan yang didasarkan pada solidaritas organik. Solidaritas mekanik merupakan ciri dari masyarakat yang masih sederhana dan belum mengenal pembagian kerja.

Tiap-tiap keIompok dapat mernenuhi keperluan mereka masing-masing tanpa memerlukan bantuan atau kerja sama dengan kelompok di luarnya.

Dalam masyarakat yang menganut solidaritas mekanik, yang diutamakan adalah persamaan perilaku dan sikap. Seluruh warga masyarakat diikat oleh kesadaran kolektif, yaitu suatu kesadaran bersama yang memiliki tiga karakteristik, yaitu mencakup keseluruhan kepercayaan dan perasaan kelompok, ada di luar warga, dan bersifat memaksa. Sanksi terhadap pelanggaran kesadaran bersama akan dikenai hukuman yang bersifat represif (hukuman pidana). Kesadaran bersama itu menjaga persatuan, sedangkan hukuman bertujuan agar kondisi tidak seimbang akibat perilaku menyimpang dapat pulih kembali.

Solidaritas organik merupakan bentuk solidaritas yang telah mengenal pembagian kerja. Bentuk solidaritas ini bersifat mengikat, sehingga unsur-unsur di dalam masyarakat tersebut saling bergantung. Karena adanya kesalingtergantungan ini, ketiadaan salah satu unsur akan mengakibatkan gangguan pada kelangsungan hidup bermasyarakat.

Pada masyarakat dengan solidaritas organik, ikatan utama yang mempersatukan masyarakat bukan lagi kesadaran kolektif, melainkan kesepakatan yang terjalin di antara berbagai profesi. Hukum yang menonjol bukan hukum pidana, melainkan ikatan hukum perdata. Sanksi terhadap pelanggaran kesepakatan bersama bersifat restitutif. Artinya, si pelanggar harus membayar ganti rugi kepada yang dirugikan untuk mengembalikan keseimbangan yang telah ia langgar.

Klasifikasi Ferdinand Tonnies
Menurut Ferdinand Tonnies, kelompok di dalam masyarakat dibedakan menjadi dua, yaitu gemeinschaft dan gesselschaft. Gemeinschaft merupakan kehidupan bersama yang intim, pribadi, dan eksklusif. Suatu keterikatan yang dibawa sejak lahir. Contohnya adalah, ikatan perkawinan, agama, bahasa, adat, dan rumah tangga.

Gesselschaft merupakan kehidupan publik sebagai sekumpulan orang yang secara kebetulan hadir bersama tapi masing-masing tetap mandiri. Gesselschaft bersifat sementara dan semu. Di dalam gemeinschaft individu tetap bersatu meskipun tinggal secara terpisah, sebaliknya di dalam gesselschaft, individu pada dasarnya terpisah meskipun ada faktor pemersatu. Contoh gesselschaft adalah ikatan pekerja, dan ikatan pengusaha.

Klasifikasi Charles H. Cooley dan Ellsworth Farris
Menurut Charles H. Cooley, di dalam masyarakat terdapat kelompok primer. Kelompok ini ditandai dengan pergaulan dan kerja sama tatap muka yang intim. Ruang lingkup terpenting kelompok primer adalah keluarga, teman bermain pada masa kecil, rukun warga, dan komunitas orang dewasa. Pergaulan yang intim ini menghasilkan keterpaduan individu dalam satu kesatuan, membuat seseorang hidup dan memiliki tujuan kelompok bersama.

Klasifikasi kelompok juga diungkapkan oleh Ellsworth Farris. Ia mengkritik Cooley yang menurutnya hanya menjelaskan kelompok primer. Menurut Farris, di dalam masyarakat juga terdapat kelompok sekunder yang formal, tidak pribadi, dan berciri kelembagaan. Contoh kelompok sekunder adalah koperasi dan partai politik.

Klasifikasi W.G. Sumner
Sumner membagi kelompok menjadi dua, yaitu in-group dan out-group. Menurut Sumner, dalam masyarakat primitif yang terdiri dari kelompok-kelompok kecil dan tersebar di suatu wilayah terdapat pembagian jenis kelompok, yaitu kelompok dalam (in-group) dan kelompok luar (out-group).

Di kalangan kelompok dalam dijumpai persahabatan, kerja sama, keteraturan, dan kedamaian. Apabila kelompok dalam berhubungan dengan kelompok luar, muncullah rasa kebencian, permusuhan, perang, atau perampokan. Rasa kebencian itu diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain dan menimbulkan perasaan solidaritas dalam kelompok (in-group feeling). Anggota kelompok menganggap kelompok mereka sendiri sebagai pusat segala-galanya (etnosentris).

Kajian dari Sumner ini bisa digunakan untuk menjelaskan masalah tawuran antarsiswa. Sebagaimana masyarakat primitif, di kalangan siswa dari suatu sekolah dapat muncul in-group feeling yang kuat, yang terwujud dalam rasa solidaritas, kesetiaan, dan pengorbanan. Perasaan ini dapat memicu etnosentrisme sehingga mereka memandang siswa dari sekolah lain dengan penuh rasa permusuhan, kebencian, dendam, dan hasrat ingin menyakiti. Rasa permusuhan antarsekolah ini diwariskan oleh satu angkatan siswa ke angkatan siswa yang lain.

Klasifikasi Soerjono Soekanto
Berbeda dengan Durkheim, Tonnies, Cooley, Farris, dan Sumner, Soerjono Soekanto membagi jenis kelompok berdasarkan enam hal, yaitu besar kecilnya jumlah anggota, kepentingan wilayah, derajat organisasi, derajat interaksi sosial, kesadaran terhadap jenis yang sama, serta hubungan sosial.

Berdasarkan Besar Kecilnya Jumlah Anggota
Kelompok sosial dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah anggotanya. Menurut George Simmel, bentuk terkecil kelompok sosial terdiri dari satu orang sebagai fokus hubungan sosial yang dinamakan, monad. Kemudian, monad dikembangkan dengan meneliti kelompok-kelompok yang terdiri dari dua atau tiga orang yang disebut dyad dan triad, serta kelompok-kelompok kecil lainnya. Di samping itu, sebagai perbandingan, Simmel menelaah kelompok-kelompok yang lebih besar, yaitu kelompok yang anggotanya masih saling mengenal (face-to-face groupings). Contoh kelompok jenis ini adalah keluarga, rukun tetangga, dan desa. Kelompok itu dapat berkembang juga menjadi kelompok-kelompok sosial yang lebih luas seperti kota, korporasi, dan negara, di mana anggota-anggotanya tidak memiliki hubungan yang erat.

Berdasarkan Pada Kepentingan dan Wilayah
Ukuran lain yang menentukan jenis kelompok sosial adalah kepentingan dan wilayah. Suatu komunitas, misalnya, merupakan kelompok-kelompok atau kesatuan-kesatuan atas dasar wilayah yang tidak mempunyai kepentingan-kepentingan khusus tertentu. Berbeda dengan komunitas asosiasi justru dibentuk untuk memenuhi kepentingan tertentu. Sudah tentu anggota-anggota komunitas maupun asosiasi sedikitnya sadar terhadap adanya kepentingan-kepentingan bersama, walaupun tidak dikhususkan secara terinci.

Berlangsungnya suatu kepentingan merupakan ukuran lain bagi klasifikasi tipe-tipe sosial. Suatu kerumunan (ephimeral group) misalnya merupakan kelompok yang hidup sebentar saja karena kepentingannya tidak berlangsung lama. Lain halnya dengan kelas atau komunitas yang kepentingannya relatif tetap.

Berdasarkan Derajat Organisasi
Berdasarkan derajat organisasi, kelompok sosial dapat berupa kelompok yang terorganisasi dengan baik sekali, seperti negara, sampai dengan kelompok yang tak terorganisasi seperti kerumunan.

Berdasarkan Kesadaran terhadap Jenis yang Sama
Berdasarkan kesadaran terhadap jenis yang sama, kelompok sosial dapat dibagi atas in-group dan out-group. Setiap kelompok sosial di mana saja berada selalu memiliki apa srang disebut kelompok in-group (kelompok dalam) dan out-group (kelompok di luar kelompoknya).

Pada in-group, orang mendapatkan pemahaman bahwa "kami" berbeda dengan "mereka". Artinya, terdapat identitas yang membedakan antara orang-orang di dalam kelompok dan orang-orang yang berada di luar kelompok. Identitas yang dimiliki bersama di dalam kelompok menjadi "kami" atau "milik kami". Sebaliknya identitas yang berasal dari luar kelompok disebut dengan istilah "mereka" atau "milik mereka".

Sikap in-group pada umumnya didasarkan pada faktor simpati dan selalu mempunyai perasaan dekat pada anggota-anggota kelompoknya, sedangkan sikap terhadap out-group selalu ditandai dengan antagonisme atau antipati. Perasaan in-group dan out-group atau perasaan dalam dan luar kelompok dapat merupakan dasar suatu sikap yang dinamakan etnosentrisme.

In-group maupun out-group dapat dijumpai di semua masyarakat, walaupun kepentingan-kepentingannya tidak selalu sama. Dalam masyarakat yang sederhana jumlahnya tidak begitu banyak dibandingkan dengan masyarakat-masyarakat yang sudah kompleks.

Berdasarkan Hubungan Sosial dan Tujuan
Berdasarkan hubungan sosial dan tujuan, kelompok sosial dapat dibedakan menjadi kelompok primer dan kelompok sekunder.
1. Kelompok primer (primary group) adalah kelompok-kelompok yang saling mengenal anggotanya, serta terdapat kerja sama yang bersifat pribadi. Contoh kelompok primer adalah keluarga, kelompok sepermainan, dan rukun tetangga. Jadi, kelompok primer merupakan suatu kelompok di mana orang dapat mengenal orang lain secara pribadi dan akrab.

Hal tersebut dilakukan melalui hubungan yang bersifat informal, akrab, personal, spontan, sentimental, dan eksklusif. Syarat-syarat kelompok primer adalah sebagai berikut.
a) Anggota kelompok secara fisik saling berdekatan dan terdapat interaksi yang intensif.
b) Kelompok tersebut merupakan kelompok kecil, sehingga tiap individu relatif mudah untuk berinteraksi secara langsung.
c) Terdapat hubungan yang langgeng antaranggota yang bersangkutan, biasanya ada hubungan darah, kekerabatan, ataupun pertemanan.

2. Kelompok sekunder (secondary group) adalah kelompok-kelompok besar yang terdiri dari banyak orang, hubungannya tidak harus saling mengenal secara pribadi, kurang akrab, dan sifatnya tidak begitu langgeng karena mereka berkumpul berdasarkan kepentingan yang sama. Contoh kelompok sekunder antara lain terdapat pada orang-orang yang melakukan hubungan kontrak (jual-beli) yang melibatkan munculnya hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Hubungan ini sangat rentan terhadap konflik, terutama jika salah satu pihak melanggar hak-haknya.

Dalam konteks Indonesia, kelompok primer dan kelompok sekunder tercermin dalam paguyuban dan patembayan.
1. Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama di mana anggota-anggotanya memiliki hubungan batin yang kuat, bersifat alamiah, serta bersifat kekal. Contohnya, hubungan yang terdapat dalam keluarga, kelompok kekerabatan dan hubungan dengan tetangga pada masyarakat tradisional atau pada masyarakat pedesaan. Menurut Tonnies, paguyuban memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a) Intim, yaitu hubungan menyeluruh yang mesra.
b) Privat, yaitu hubungan yang bersifat pribadi, khusus untuk beberapa orang saja.
c) Eksklusif, hubungan tersebut hanya untuk kelompoknya sendiri dan bukan untuk orang luar.

Paguyuban dapat dibedakan atas 3 tipe, sebagai berikut.
a) Paguyuban karena ikatan darah atau keturunan. Contohnya, keluarga dan kelompok kekerabatan.
b) Paguyuban karena tempat tinggal, yaitu suatu paguyuban yang terdiri dari orang-orang yang berdekatan tempat tinggalnya sehingga dapat saling tolong-menolong. Contohnya, rukun tetangga, rukun warga, dan kelompok arisan.
c) Paguyuban karena jiwa dan pikiran, yaitu paguyuban yang anggotanya memiliki jiwa dan pikiran dan ideologi yang sama.

2. Patembayan merupakan bentuk kehidupan bersama di mana di antara anggotanya terdapat ikatan lahir yang bersifat pokok dalam jangka waktu yang relatif pendek. Strukturnya bersifat mekanis seperti mesin yang setiap komponennya memiliki fungsi atau kegunaan. Hal ini terjadi karena dalam masyarakat patembayan yang diutamakan adalah berlangsungnya suatu hubungan perjanjian atau kontrak yang memiliki tujuan tertentu dan bersifat rasional. Masyarakat patembayan bersifat sementara. Contoh patembayan adalah hubungan dalam dunia industri atau organisasi politik.

Syarat dan Ciri-Ciri Kelompok Sosial

Apakah semua himpunan manusia dapat disebut kelompok sosial? Robert K. Merton menyebutkan tiga kriteria suatu kelompok, yaitu:
1. memiliki pola interaksi,
2. pihak yang berinteraksi mendefinisikan dirinya sebagai anggota kelompok, dan
3. pihak yang berinteraksi didefinisikan oleh orang lain sebagai anggota kelompok.

Menurut Merton, kelompok berbeda dengan perkumpulan. Perkumpulan adalah sejumlah orang yang mempunyai solidaritas berdasarkan nilai bersama serta memiliki kewajiban moral untuk menjalankan peran yang diharapkan. Di dalam perkumpulan tidak ada unsur interaksi yang menjadi kriteria utama bagi kelompok. Kelompok juga berbeda dengan kategori sosial yang merupakan suatu himpunan peran yang mempunyai ciri sama, seperti jenis kelamin atau usia. Di antara himpunan orang-orang yang berperan itu tidak ada interaksi.

Menurut Soerjono Soekanto, himpunan manusia baru dapat dikatakan sebagai kelompok sosial apabila memiliki beberapa persyaratan berikut.
1. Adanya kesadaran sebagai bagian dari kelompok yang     bersangkutan.
2. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan yang lainnya dalam kelompok itu.
3. Ada suatu faktor pengikat yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota kelompok, sehingga hubungan di antara mereka bertambah erat. Faktor tadi dapat berupa kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama, dan lain-lain.
4. Memiliki struktur, kaidah, dan pola perilaku yang sama.
5. Bersistem dan berproses.

Suatu kelompok sosial dan cenderung tidak bersifat statis, tetapi selalu berkembang mengalami perubahan-perubahan, baik dalam aktivitas maupun bentuknya. Coba perhatikan kelompok masyarakat di daerahmu!

Sistem Kepercayaan (Religi)

Dalam menghadapi lingkungannya, manusia kadang merasa bahwa kemampuannya sangat terbatas. Karena itu, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini. Manusia menyakini bahwa penguasa itu pulalah yang mengendalikan manusia. Keyakinan itu kemudian diformulasikan dalam serangkaian perilaku dan tata cara berhubungan dengan penguasa tertinggi tersebut. Manusia juga kemudian mengembangkan sistem nilai dan norma yang berhubungan dengan dosa dan tabu. Pelanggaran terhadap nilai dan norma itu diyakini akan menimbulkan angkara murka dari sang penguasa. Keyakinan, perilaku, tata cara, sistem nilai, dan norma yang disebut sistem kepercayaan.

Seorang sosiolog bernama Edward Burnett Taylor telah meneliti tentang asal mula munculnya religi atau sistem kepercayaan. Menurutnya, tumbuhnya religi dimulai dari kesadaran manusia akan adanya roh yang tidak nyata di alam ini, terutama roh dari orang-orang yang telah meninggal. Untuk berbagai keperluan, manusia kemudian mulai memuja roh-roh tersebut karena mereka yakin bahwa roh-roh tersebut dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Dari sinilah kemudian berkembang kepercayaan animisme yang sisa-sisanya masih banyak kita jumpai pada suku-suku bangsa di Indonesia hingga sekarang.

Ahli lain bernama R. Marett mengemukakan bahwa manusia paling purba pun telah mengenal religi. Dalam tingkat religi yang sederhana, manusia pada masa lalu menganggap bahwa pada benda-benda atau gejala-gejala alam yang luar biasa terdapat kesaktian. Kepercayaan yang dianggap mendahului kepercayaan animisme ini disebut pra-animisme. Istilah lainnya adalah dinamisme, yaitu suatu kepercayaan bahwa benda-benda tertentu di alam semesta ini mengandung kekuatan gaib. Istilah antropologi untuk kepercayaan semacam itu adalah mana, sehingga kepercayaan ini sering juga disebut manaisme.

Robertson Smith mengemukakan bahwa religi tertua dari umat manusia adalah pemujaan terhadap totem. Totemisme adalah suatu kepercayaan bahwa manusia diri merupakan keturunan dari suatu jenis binatang atau tumbuhan tertentu. Dengan kepercayaan ini, mereka memuja binatang atau tumbuh-tumbuhan serta membangun tiang totem sebagai pusat pemujaan.

Sementara itu, Emile Durkheim mengemukakan bahwa religi muncul dari sentimen kemasyarakatan. Rasa atau emosi keagamaan timbul dalam batin manusia sebagai akibat adanya sentimen kemasyarakatan.

Wujud dari sentimen kemasyarakatan ini dapat berupa rasa cinta, rasa bakti, dan rasa terikat. Sentimen ini muncul karena adanya suatu perasaan pada setiap anggota masyarakat bahwa kehidupan tiap individu dipengaruhi anggapan yang bersifat kolektif.

Sentimen kemasyarakatan yang menimbulkan emosi keagamaan tersebut harus selalu dikobarkan. Untuk itu, diperlukan suatu objek yang bersifat sakral sebagai pusat upacara kemasyarakatan. Objek tersebut adalah totem.

Dalam suku-suku bangsa Indonesia saat ini, sistem kepercayaan sangat dipengaruhi oleh kehadiran agama-agama besar, yakni Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan Buddha. Namun demikian, pada beberapa suku bangsa, kepercayaan asli (animisme dan dinamisme) masih hidup dan berkembang.

Dari keseluruhan uraian tentang unsur-unsur kebudayaan di atas, terlihat bahwa unsur-unsur kebudayaan tersebut tidaklah berdiri sendiri. Setiap unsur memiliki keterkaitan atau hubungan satu sama lainnya. Sebagai contoh, dalam sistem mata pencaharian bertani suku bangsa Manggarai di Flores, terdapat tanah pertanian yang disebut Linqko. Lingko dibagi kepada seluruh anggota masyarakat (klen) dengan sistem yang disebut lodok (sistem kekerabatan). Setelah terbagi, masing-masing anggota mengolah tanahnya sendiri dengan berbagai peralatan dan teknologi. Pada saat panen, terdapat upacara yang disebut Penti. Upacara ini adalah upacara mengucap syukur kepada penguasa alam semesta yang telah memberikan berkat kepada mereka berupa hasil panen yang melimpah. Biasanya, dalam upacara itu, masyarakat akan menari dan melantunkan sejumlah lagu (kesenian). Seluruh anggota klen diundang dalam acara tersebut.

Sistem Ilmu dan Pengetahuan

Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, logika, atau kegiatan-kegiatan yang bersifat coba-coba (trial and error).

Setiap masyarakat pasti membutuhkan pengetahuan tentang alam sekelilingnya dan sifat-sifat dari peralatan yang dipakainya. Setiap kebudayaan selalu mempunyai suatu kompleks (himpunan) pengetahuan tentang alam, tentang segala tumbuh-tumbuhan, binatang, benda, dan manusia di sekitarnya, terutama yang berasal dari pengalaman-pengalaman masyarakatnya. Dengan pengetahuan tersebut, ia bisa merancang cara-cara untuk mempertahankan atau melangsungkan hidupnya. Berikut ini sejumlah pengelompokan sistem pengetahuan masyarakat.

1. Pengetahuan tentang alam, yang meliputi pengetahuan tentang musim, atau gejala-gejala alam yang dikembangkan dari dongeng-dongeng atau mitos. Pengetahuan tentang alam sekitar, umumnya terbentuk untuk tujuan praktis, misalnya berburu dan menangkap ikan. Sebagai contoh, pengetahuan akan bulan gelap dan bulan terang (bulan purnama) pada masyarakat nelayan tradisional biasanya digunakan untuk menentukan kapan harus melaut (menangkap ikan).

2. Pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya. Kelompok pengetahuan ini umumnya terbentuk untuk memenuhi kebutuhan manusia terhadap bahan-bahan makanan dan perumahan. Mereka mengetahui tumbuh-tumbuhan apa saja yang dapat dimakan, dibuat rumah, atau dibuat peralatan. Selain itu, pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan juga berkembang menjadi pengetahuan tentang obat-obatan.

3. Pengetahuan tentang tubuh manusia. Pengetahuan ini umumnya terbentuk sebagai usaha pengobatan berbagai penyakit.

4. Pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia. Kelompok pengetahuan ini yang dikembangkan untuk mengatur pergaulan antarsesama manusia dalam masyarakat. Mereka mengetahui apa yang baik dan dianjurkan oleh kebudayaannya, serta apa yang dilarang dan diberi sanksi oleh masyarakat. Termasuk dalam hal ini adalah pengetahuan tentang tanda-tanda tubuh, sopan-santun pergaulan, norma, dan hukum.

5. Pengetahuan tentang ruang dan waktu. Pengetahuan ini dikembangkan untuk berbagai keperluan, misalnya untuk menghitung, mengukur, menimbang, menentukan jenjang periode (waktu), serta menentukan penanggalan dan pengetahuan tentang alam semesta lainnya.

Proses akulturasi, dominasi, paternalisme, pluralisme, dan integrasi

Hubungan antarkelompok juga diwarnai dengan pola-pola tertentu yang khas. Terhadap kelompok ras, Banton mengemukakan bahwa terdapat berbagai kemungkinan pola hubungan antarkelompok ras. Di antaranya adalah proses akulturasi, dominasi, paternalisme, pluralisme, dan integrasi.

1. Akulturasi terjadi ketika kebudayaan kedua kelompok ras yang bertemu mulai berbaur dan berpadu. Akulturasi terjadi tidak hanya pada masyarakat yang posisinya relatif sama, tetapi juga pada masyarakat yang posisinya berbeda. Dalam proses akulturasi terjadi pula dekulturasi, contohnya hilangnya kebudayaan asli daerah akibat interaksi paksa dengan pemerintah kolonial Belanda.

2. Dominasi terjadi bila suatu kelompok ras menguasai kelompok lain. Contohnya, kedatangan bangsa Eropa ke benua Afrika dan Asia untuk memperoleh sumber alam yang dilanjutkan dengan dominasi atas penduduk setempat. Dalam kaitan dengan dominasi, Kornblum menyatakan bahwa terdapat empat macam kemungkinan proses yang dapat terjadi dalam suatu hubungan antarkelompok, yaitu genosida, pengusiran, perbudakan, segregasi, dan asimilasi.

a. Genosida adalah pembunuhan secara sengaja dan sistematis terhadap anggota kelompok tertentu. Contohnya, pembunuhan orang Yahudi oleh pemerintah Nazi Jerman.
b. Pengusiran. Contohnya, pengusiran warga Palestina oleh Pemerintah Israel dari tepi Barat Sungai Jordan.
c. Perbudakan. Contoh, sistem kerja rodi yang dilakukan pada penjajahan Jepang di Indonesia.
d. Segregasi, yaitu suatu pemisahan antara warga kulit putih dan kulit hitam di Afrika Selatan pada masa politik Apartheid.
e. Asimilasi.

3. Paternalisme adalah suatu bentuk dominasi kelompok ras pendatang atas kelompok ras pribumi. Pola ini muncul apabila kelompok pendatang, yang secara politik lebih kuat, mendirikan koloni di daerah jajahan. Dalam pola hubungan ini, Banton membedakan tiga macam masyarakat, sebagai berikut.
a. Masyarakat metropolitan (di daerah asal pendatang).
b. Masyarakat kolonial yang terdiri atas para pendatang dan sebagian dari masyarakat pribumi.
c. Masyarakat pribumi yang dijajah.

4. Integrasi adalah suatu pola hubungan yang mengakui adanya perbedaan ras dalam masyarakat, tetapi tidak memberikan perhatian khusus pada perbedaan ras tersebut. Hak dan kewajiban yang terkait dengan ras seseorang hanya terbatas pada bidang tertentu saja dan tidak berkaitan dengan bidang pekerjaan atau status yang diraih dengan usaha.

5. Pluralisme adalah suatu pola hubungan yang mengakui adanya persamaan hak politik dan hak perdata masyarakat. Akan tetapi, pola hubungan itu lebih terfokus pada kemajemukan kelompok ras daripada pola integrasi. Menurut Furnivall, masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat yang di dalamnya terdapat berbagai kelompok berbeda. Tiap kelompok tersebut tercampur tetapi tidak membaur. Contohnya, adalah masyarakat Indonesia pada masa penjajahan Belanda di mana terdapat tiga kelompok ras yang hidup berdampingan dalam satuan politik, namun terpisah. Ketiga kelompok ras itu adalah kelompok Eropa, kelompok Timur Asing, dan kelompok pribumi.

Ahli lain, yakni Lieberson, mengklasifikasikan pola hubungan antarkelompok menjadi dua pola berikut.
1) Pola dominasi kelompok pendatang atas pribumi (migrant superordination). Contohnya adalah kedatangan bangsa Eropa ke benua Asia, Afrika, dan Amerika.
2) Pola dominasi kelompok pribumi atas kelompok pendatang (indigenous superordination). Contohnya adalah dominasi kelompok kulit putih Perancis atas kelompok pendatang dari Aljazair, Cina, ataupun Turki.

Banton berpendapat bahwa suatu pola mempunyai kecenderungan untuk lebih berkembang ke suatu arah tertentu. Pola dominasi cenderung mengarah pada pola pluralisme, sedangkan pola akulturasi dan paternalisme cenderung mengarah pada pola integrasi.

Peralatan dan Perlengkapan Hidup

Hasil karya manusia melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama melindungi masyarakat dari lingkungannya. Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul sebagai cara-cara manusia untuk memenuhi kebutuhan fisiknya, sebagai cara-cara manusia untuk mengorganisasikan masyarakat, serta sebagai cara-cara manusia untuk mengekspresikan rasa keindahan.

Teknologi pada hakikatnya meliputi tujuh unsur berikut ini.
Alat-Alat Produksi
Yang dimaksud dengan alat-alat produksi adalah alat-alat yang berfungsi untuk melaksanakan suatu pekerjaan produktif. Contoh alat produksi adalah jala ikan, alat penenun kain, alat pemintal benang, cangkul, bajak, mesin percetakan, robot, dan kendaraan. Alat-alat digunakan oleh manusia untuk membantunya dalam menghasilkan sesuatu yang ia perlukan bagi kehidupan. Sebagai contoh, jala ikan dipakai para nelayan untuk menangkap ikan di laut. Hasil tangkapan ini akan dijual sehingga menghasilkan pendapatan baginya. Bentuk dan bahan pembuatan alat-alat ini sangat tergantung pada jenis pekerjaannya. Ada yang terbuat dari benang, kayu, atau besi. Ada yang digerakan dengan mesin. Ada pula yang digerakan dengan tenaga manusia atau hewan.

Senjata
Dalam masyarakat tradisonal, selain digunakan untuk membela diri dari ancaman kelompok lain dan binatang buas, senjata juga dipergunakan untuk berburu dan memperoleh makanan. Dalam hal ini senjata berfungsi sebagai alat produktif. Dalam masyarakat modern, senjata tidak lagi digunakan untuk mencari makanan tetapi lebih sebagai alat membela diri dan olahraga.

Wadah
Wadah adalah alat atau piranti yang berfungsi untuk menampung, menimbun, dan menyimpan barang-barang. Contoh wadah adalah periuk, piring, guci, dan teko. Wadah dapat dibuat dari bambu, kayu, kulit, serat, tanah, batu, kaca, dan logam. Setiap masyarakat dengan berbagai tingkat peradaban telah mengenal teknologi pembuatan wadah. Zaman dahulu, masyarakat mengenal pembuatan wadah yang disebut tembikar dari bahan tanah liat. Saat ini, wadah dapat dibuat dari berbagai macam bahan sesuai dengan fungsinya.

Makanan dan Minuman
Makanan dan minuman merupakan barang konsumsi. Makanan dapat dikelompokkan atas buah-buahan, akar-akaran, biji-bijian, daging, dan ikan. Namun saat ini terdapat pula berbagai jenis makanan yang dibuat dari bahan tertentu, misalnya tepung. Tepung dapat diolah menjadi mie, biskuit, dan roti.

Di setiap masyarakat ditemukan cara-cara mengolah makanan yang bisa berbeda-beda, tergantung pada jenis teknologi yang dikuasai oleh masyarakat setempat. Pada masyarakat tradisional, pengolahan makanan dilakukan dengan dibakar atau dipanaskan di atas tungku api. Bahan makanan yang biasanya dibakar adalah daging dan umbi-umbian. Saat ini, di berbagai toko atau supermarket dapat kita temukan makanan-makanan yang tidak lagi perlu diolah, misalnya permen dan biskuit.

Pakaian dan Perhiasan
Bahan pakaian yang kita kenal sejak dahulu dapat berupa dedaunan, kulit pohon, kulit hewan, hingga bahan-bahan yang ditenun atau dirajut dengan teknologi tertentu. Pembuatan pakaian umumnya dilakukan dengan cara memintal, menenun, atau dengan menggunakan teknologi mesin seperti yang ada di pabrik-pabrik pakaian.

Berdasarkan fungsinya, pakaian dibedakan atas pakaian yang semata-mata untuk menahan pengaruh iklim, pakaian sebagai lambang keunggulan dan gengsi, pakaian sebagai lambang kesucian, dan pakaian sebagai perhiasan badan (mode). Di Indonesia, setiap suku bangsa umumnya mengembangkan corak pakaiannya yang disesuaikan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Masyarakat Jawa misalnya, memiliki pakaian daerah yang disebut kebaya dan batik. Suku bangsa Manggarai memiliki pakaian daerah yang disebut songke dan bali belo.

Selain pakaian sebagai perlengkapan busana, manusia mengenal berbagai perhiasan seperti gelang, kalung, bando, sabuk pinggang, cincin, dan sepatu. Perhiasan-perhiasan ini terbuat dari bahan yang beragam. Ada yang terbuat dari bahan alumunium, emas, kuningan, tembaga, besi, karet, plastik, manik-manik, bahkan kerangka hewan, seperti siput dan kerang.

Sama seperti pakaian, perhiasan umumnya menjadi tanda status sosial seseorang. Pada zaman dulu, orang yang menggunakan perhiasan dari emas yang melingkar hampir di seluruh tubuhnya menunjukkan kalau ia berasal dari kalangan bangsawan atau keluarga kerajaan. Pada saat ini, semakin mahal dan bermerek perhiasan seseorang, semakin tinggi pula kelas sosial orang yang mengenakannya.

Tempat Berlindung dan Perumahan
Wujud kebudayaan yang paling menonjol pada masyarakat hingga sekarang ini adalah tempat berlindung atau perumahan. Pada masyarakat tradisional, tempat berlindung atau rumah umumnya berupa gua-gua tanah atau batu. Ada pula rumah yang terbuat dari dedaunan, akar dan kulit-kulit kayu atau tanah liat. Pada masyarakat ini, ukuran dan model rumah tidak diperhatikan.

Di beberapa tempat bersalju abadi, penduduk membuat rumah dari balok-balok es, tulang-tulang, dan kulit hewan. Di daerah-daerah peternakan di kawasan padang rumput, rumah terbuat dari ranting-ranting kayu dan kulit hewan yang dikeringkan. Pada masyarakat modern, perumahan dibangun dengan ukuran, bentuk dan bahan-bahan yang bervariasi. Pada umumnya, rumah dibuat dari bahan dasar batu, pasir dan tanah liat atau semen, serta besi.

Ada tiga macam bentuk pokok dari rumah manusia, yaitu rumah yang setengah di bawah tanah, rumah di atas tanah, dan rumah di atas tiang-tiang (rumah panggung). Berdasarkan pemakaiannya, rumah dibedakan menjadi rumah tempat tinggal keluarga kecil, rumah tempat tinggal keluarga besar, rumah suci, rumah pemujaan, rumah tempat berkumpul umum, dan rumah untuk pertahanan atau benteng.

Di Indonesia, setiap suku bangsa umumnya memiliki bentuk atau corak rumah yang berbeda-beda. Hal ini biasanya disesuaikan dengan adat dan kebiasaan hidup masyarakatnya. Sebagai contoh, rumah adat suku bangsa Manggarai di Flores berbentuk panggung. Hal ini sesuai dengan kebiasaan masyarakatnya yang memelihara ternak di bawah rumahnya.

Alat-Alat Transportasi
Manusia adalah makhluk yang selalu bergerak, baik dalam jarak dekat maupun jarak jauh. Keinginan untuk melakukan perjalanan dan kembali ke pemukimannya secara cepat dan efesien mendorong manusia menciptakan alat-alat transportasi. Alat-alat ini diciptakan bertahap, mulai dari alat yang sederhana, seperti rakit dan gerobak hingga alat yang berteknologi tinggi, seperti mobil, sepeda motor, dan pesawat terbang.

Pada zaman ini, mobil dan sepeda motor tidak hanya dipakai sebagai alat transportasi tetapi juga alat rekreasi dan olahraga. Selain itu, alat-alat transportasi, ini juga bisa menjadi tanda kelas sosial seseorang. Semakin tinggi kelas sosial seseorang, makin mahal dan mewah alat transportasinya.

Sistem Mata Pencaharian
Saat ini, mata pencaharian manusia sangatlah beragam. Beberapa sistem mata pencaharian yang dikenal masyarakat adalah sebagai berikut.

Berburu dan Meramu
Berburu dan meramu merupakan jenis mata pencaharian masyarakat yang paling tua. Sistem mata pencaharian berburu dilakukan langsung dengan cara menangkap dan mengkonsumsi hewan-hewan hasil buruan. Meramu dilakukan dengan cara mengambil dan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan secara langsung.

Pada zaman dahulu, selain menggunakan teknik-teknik berburu konvensional seperti dengan tombak, kegiatan perburuan juga menggunakan ilmu gaib, seperti dengan upacara-upacara tertentu. Pada zaman itu, perburuan dilakukan secara berkelompok yang terdiri dari anggota keluarga sendiri. Kelompok dipimpin oleh seseorang yang memang dipilih untuk memimpin aktivitas ini. Pembagian hasil buruan didasarkan status atau peran seseorang dalam kelompok tersebut. Seorang pemimpin kelompok tentu mendapat bagian yang lebih banyak daripada anggota kelompok lainnya.

Beternak
Peternakan merupakan salah satu mata pencaharian yang diusahakan secara besar-besaran dan terdapat di berbagai daerah. Peternakan dikembangkan di daerah-daerah yang ditumbuhi padang rumput (sabana dan stepa), misalnya di Asia Tengah dan beberapa kawasan di benua Afrika.

Beberapa suku bangsa peternak memiliki sifat yang agresif. Hal ini disebabkan kepentingan mereka untuk secara terus-menerus menjaga keamanan ternak-ternak mereka dari serangan atau pencurian kelompok-kelompok lain.

Umumnya, kelompok-kelompok peternak juga memerlukan kebutuhan lain selain daging dan susu. Mereka juga membutuhkan beras, gandum atau sayur-sayuran. Untuk itu, kelompok-kelompok ini melakukan hubungan dengan kelompok-kelompok lainnya yang bercocok tanam. Mereka melakukan kegiatan tukar menukar atau berdagang. Namun tidak jarang hal itu dilakukan untuk menguasai dan menjajah kelompok-kelompok lain.

Pada zaman dahulu, kegiatan peternakan dilakukan dalam lingkup keluarga. Artinya, seluruh pekerja peternakan tersebut adalah anggota sebuah keluarga. Pada zaman sekarang, aktivitas ini telah berkembang sebagaimana kegiatan ekonomi lainnya. Mereka mempekerjakan orang lain yang dibayar dengan upah tertentu. Selain itu, pemasarannya tidak lagi hanya terbatas pada lingkup desa atau daerah, tetapi juga lintas negara.

Bertani
Pada masyarakat tradisional, pengolahan tanah pertanian masih dilakukan dengan teknologi-teknologi sederhana. Umumnya, lahan pertaniannya sempit dan sangat tergantung pada alam. Hasil pertanian sebagian besar untuk konsumsi sendiri, sedangkan sisanya untuk dijual keperluan lainnya. Umumnya masyarakat pertanian mengenal adanya tuan tanah, petani, dan buruh tani. Tuan tanah adalah pemilik tanah pertanian. Petani adalah orang yang memanfaatkan tanah pertanian, sedangkan buruh tani adalah orang yang dipekerjakan untuk mengolah tanah pertanian.

Pada masyarakat modern, pengolahan tanah dilakukan dengan memanfaatkan teknologi mutakhir, seperti dengan menggunakan traktor. Bagi dunia pertanian, teknologi berguna untuk menghasilkan panen yang berlipat ganda.

Menangkap Ikan
Menangkap ikan di sungai, danau, atau laut merupakan jenis mata pencaharian yang juga cukup tua selain usaha berburu dan meramu. Menangkap ikan umumnya merupakan usaha sambilan di samping bercocok tanam. Akan tetapi lambat laun beberapa kelompok masyarakat menjadikannya sebagai usaha utama sebagaimana para nelayan atau masyarakat pesisir saat ini.

Pada masyarakat tradisional, kegiatan menangkap ikan umumnya dilakukan dengan teknologi yang sangat sederhana. Mereka umumnya hanya menggunakan jala kecil dengan perahu dayung, perahu layar, atau dengan perahu bermesin kecil. Mereka umumnya menangkap ikan tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Hasil tangkapan mereka umumnya sedikit dan sebagian besar untuk konsumsi sendiri.

Pada masyarakat modern, kegiatan menangkap ikan umumnya sudah dilakukan dengan teknologi yang maju. Mereka menggunakan jala atau alat pancing yang besar dengan kapal-kapal besar yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas pengawetan. Para nelayan ini umumnya bisa menjangkau daerah laut yang luas bahkan hingga ke samudera luas. Hasil tangkapan mereka umumnya untuk dijual ke perusahaan-perusahaan makanan atau restoran-restoran.

Selain, sistem mata pencaharian yang telah disebutkan di atas, terdapat banyak sistem mata pencaharian lain yang kita kenal saat ini. Di antaranya sistem mata pencaharian di bidang jasa. Sistem mata pencaharian ini tidak menghasilkan produk seperti halnya sistem mata pencaharian pertanian dan peternakan. Sistem ini hanya memanfaatkan jasa seseorang atau kelompok. Contoh mata pencaharian bidang jasa adalah konsultan hukum dan jasa pengiriman barang.

Pengertian Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial

Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan. Yang termasuk ke dalam anggota kekerabatan adalah ayah, ibu, anak-anak, menantu, cucu, kakak, paman, bibi, kakek-nenek, dan seterusnya.

Suatu perkawinan membuat dua kelompok kerabat besar bergabung menjadi satu. Hubungan ini tidak terbatas dalam bidang kekeluargaan saja, tetapi juga kadang-kadang dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, bahkan politik.

Penghubung antara kedua kelompok kekerabatan ini adalah keluarga yang beranggota suami, istri, dan anak-anak. Keluarga-keluarga yang dibentuk lewat perkawinan itu lalu membentuk kesatuan-kesatuan sosial yang disebut group atau kelompok.

Kelompok kekerabatan umumnya dapat dibedakan atas beberapa jenis. Berikut ini jenis-jenis kelompok kekerabatan dalam ilmu sosiologi.
1. Keluarga Ambilineal Kecil. Kelompok kekerabatan ini biasanya beranggotakan kira-kira 25-30 orang. Keluarga ambilineal kecil ini menghidupkan rasa solidaritasnya karena mereka menguasai sejumlah harta produktif yang dapat dinikmati bersama. Harta produktif itu biasanya berupa tanah, kolam, kebun, sawah, dan ternak.

2. Keluarga Ambilineal Besar. Anggota dalam kelompok ini terdiri atas beberapa generasi hingga jumlah anggotanya mencapai ratusan orang. Umumnya, akibat jumlah yang demikian banyak itu, anggota kelompok tidak lagi saling mengenal secara mendalam. Mereka akan berkumpul pada saat-saat tertentu saja, seperti pada saat upacara keagamaan.

3. Klen Kecil. Klen kecil merupakan suatu bentuk kelompok kekerabatan berdasarkan ikatan melalui garis-garis keturunan laki-laki saja atau garis keturunan perempuan saja. Umumnya, mereka mengetahui hubungan kekerabatan di antara mereka. Mereka saling mengenal dan bergaul karena sebagian besar masih tinggal bersama dalam satu desa atau lingkungan pemukiman, bahkan dalam satu rumah.

4. Klen Besar. Klen besar merupakan kelompok kekerabatan yang terdiri dari semua keturunan seorang nenek moyang baik laki-laki maupun perempuan. Keanggotaannya ditarik menurut garis keturunan ibu atau garis keturunan ayah. Karena itu jumlahnya mencapai ribuan orang. Akibatnya, mereka umumnya tidak saling mengenal. Namun demikian, warga klen besar umumnya disatukan oleh tanda-tanda lahiriah yang dimiliki bersama. Tanda-tanda itu biasanya berupa nama, nyanyian-nyanyian, dongeng-dongeng suci, dan lambang-lambang.

5. Fratri. Fratri adalah kelompok-kelompok kekerabatan yang patrilineal (menurut garis keturunan ayah) atau matrilineal (menurut garis keturunan ibu). Sifatnya lokal dan merupakan gabungan dari kelompok-kelompok klen setempat, baik yang berskala besar maupun yang berskala kecil.

6. Paroh Masyarakat (Moeity). Paroh masyarakat adalah kelompok kekerabatan gabungan klen seperti fratri, tetapi selalu merupakan separoh dari suatu masyarakat. Paroh masyarakat dapat merupakan gabungan dari beberapa klen kecil atau klen besar. Contoh, pada suatu daerah terdapat 10 klen kecil. Masing-masing lima klen bergabung sehingga seolah-olah penduduk dalam suatu daerah tadi terbagi menjadi dua paroh. Kedua paroh itu masing-masing terikat oleh hubungan kekerabatan.

Organisasi Sosial
Sebagai makhluk yang saling tergantung satu sama lain, manusia selalu ingin membentuk kelompok-kelompok tertentu. Salah satu kelompok manusia itu adalah organisasi sosial. Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Organisasi sosial berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara.

Berdasarkan macam atau bidang kegiatannya, organisasi sosial di dalam masyarakat dapat dikelompokkan atas bidang-bidang berikut.
1. Dalam bidang pendidikan, antara lain sekolah, lembaga pendidikan luar sekolah, universitas, dan organisasi profesi pendidikan (misalnya PGRI).
2. Dalam bidang kesejahteraan sosial, antara lain panti asuhan, pemondokan anak-anak terlantar, dan panti jompo.
3. Dalam bidang kesehatan, antara lain yayasan-yayasan kesehatan, rumah sakit, dan balai-balai pengobatan.
4. Dalam bidang keadilan, misalnya lembaga-lembaga bantuan hukum.