Monday, March 28, 2016

Cara pengendalian sosial

Cara-cara seperti apa yang dilakukan masyarakat dalam pengendalian sosial? Ada dua sifat pengendalian sosial, yaitu preventif dan represif. Preventif adalah pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran. Contoh, pesan orang tua pada anaknya ketika hendak berangkat ke sekolah. Anak tersebut dinasihati agar tidak melakukan tindakan yang tidak bertanggung jawab, seperti duduk-duduk di pinggir jalan, melakukan perkelahian, atau bermain di pusat perbelanjaan. Apabila nasihat ini didengar dan dipatuhi oleh anaknya, maka anak tersebut akan terhindar dari berbagai masalah sebagai akibat dari perilaku yang tidak bertanggung jawab. Represif adalah pengendalian sosial yang ditujukan untuk memulihkan keadaan seperti sebeluin pelanggaran terjadi. Pengendalian ini dilakukan setelah orang melakukan suatu tindakan penyimpangan (deviasi). Contoh, sesudah tawuran antarsekolah berlangsung, para guru mempertemukan dua kelompok siswa yang bertikai dari masing-masing sekolah untuk mendapatkan pemecahan masalah sehingga suasana masing-masing sekolah kembali normal.

Ada berbagai cara pengendalian sosial yang dilakukan masyarakat. Roucek berpendapat bahwa pengendalian sosial dapat dilakukan melalui institusi atau non institusi, secara lisan, simbolik dan melalui kekerasan, menggunakan hukuman atau imbalan, dan secara formal atau informal. Sementara menurut Fromm pengendalian sosial dapat dilakukan melalui sosialisasi, sedangkan menurut Lapiere pengendalian sosial dapat dilakukan melalui tekanan sosial.

Cara Pengendalian Melalui Institusi dan Non-institusi
Cara pengendalian melalui institusi adalah cara pengendalian sosial melalui lembaga-lembaga sosial yang ada di dalam masyarakat, seperti lembaga pendidikan, hukum, agama, politik, ekonomi, dan keluarga.

Contoh:
1. Orang yang melakukan perampokan dan pembunuhan dimasukkan ke dalam penjara oleh polisi atau lembaga peradilan.
2. Di suatu daerah, orang yang melakukan pelanggaran seperti berzinah akan diusir dan tidak diakui sebagai warga masyarakat. Hukuman itu diambil sesuai dengan ketentuan hukum adat yang berlaku di daerah tersebut.
3. Agar seorang anak bisa bersikap dan berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat, anak itu disekolahkan.

Cara pengendalian melalui non-institusi adalah cara pengendalian di luar institusi sosial yang ada, seperti oleh individu atau kelompok massa yang tidak saling mengenal. Cara pengendalian ini seringkali menggunakan kekerasan dan sifatnya tidak resmi.

Contoh:
1. Sekelompok massa melakukan pembakaran terhadap orang yang disangka pelaku pencopetan di sebuah terminal.
2. Siswa-siswa menjauhi teman sekelasnya karena ia memakai obat-obatan terlarang.
3. Seseorang mendamaikan dua orang tetangganya yang berkelahi.

Pengendalian secara Lisan, Simbolik, dan Kekerasan
Cara pengendalian melalui lisan dan simbolik sering juga disebut cara pengendalian sosial persuasif. Cara ini menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing anggota masyarakat agar dapat bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku.

Pengendalian sosial secara lisan dilakukan dengan mengajak orang menaati aturan dengan berbicara langsung dengan bahasa lisan (verbal). Sementara, pengendalian sosial secara simbolik dapat dilakukan antara lain melalui tulisan, spanduk, dan iklan layanan masyarakat.

Contoh:
1. Penyuluhan dari pihak kepolisian tentang bahaya narkoba di sekolah-sekolah.
2. Ajakan pemuka agama dalam ceramah-ceramahnya untuk menjauhi tindakan kriminal.
3. Spanduk-spanduk yang mengajak masyarakat untuk menjauhi kekerasan serta menjaga persatuan dan kesatuan.

Cara pengendalian sosial melalui kekerasan sering disebut juga cara pengendalian sosial koersif. Cara ini menekankan pada tindakan atau ancaman yang menggunakan kekuatan fisik. Tujuan tindakan ini agar si pelaku jera dan tidak melakukan perbuatannya lagi. Cara koersif sebaiknya dilakukan sebagai upaya terakhir sesudah cara pengendalian persuasif dilakukan.

Contoh:
1. Pencopet yang tertangkap basah di dalam bus kota, dikeroyok habis-habisan oleh para penumpang. Cara ini termasuk tindakan main hakim sendiri dan tidak dibenarkan secara hukum. Namun, masyarakat terkadang terpaksa melakukannya agar pencopet itu jera dan menjadi peringatan bagi pencopet lainnya.
2. Gerobak pedagang kaki lima, seperti gerobak buah-buahan atau sayur-sayuran yang melanggar tata tertib, terpaksa diangkut ke atas truk secara paksa oleh petugas. Hal ini terpaksa dilakukan karena para pedagang telah berkali-kali diperingatkan, tetap tidak mengindahkan.
3. Beberapa orang pelajar yang melakukan perusakan terhadap inventaris sekolah dihukum fisik, seperti lari keliling lapangan dan push-up.

Cara Pengendalian Sosial Melalui Imbalan dan Hukuman (Reward and Punishmet)
Cara pengendalian sosial melalui imbalan cenderung bersifat preventif (bersifat mengalihkan). Seseorang diberi imbalan atas tindakannya agar ia berperilaku sesuai dengan nilai dan norma sosial yang berlaku. Contoh, di sekolah siswa bisa mendapatkan beasiswa bila berperilaku sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan sekolah, seperti mendapatkan nilai bagus, tidak bolos sekolah, atau tidak mencontek dalam ujian.

Cara pengendalian sosial melalui hukuman cenderung bersifat represif. Cara ini bertujuan untuk memulihkan keadaan seperti sebelum pelanggaran terjadi.

Contoh:
1. Siswa yang bolos sekolah dihukum skorsing selama seminggu dan diberi tugas membuat karya tulis.
2. Pelaku pencurian dan pembunuhan dihukum penjara.
3. Anak yang pulang ke rumah terlambat dihukum mencuci piring.
4. Perintah hukuman tembak mati bagi provokator di daerah konflik seperti Ambon, Aceh, atau Papua.

Cara Pengendalian Sosial Formal dan Informal
Cara pengendalian formal menurut Horton dan Hunt adalah cara pengendalian sosial yang dilakukan oleh lembaga-lembaga resmi yang juga memiliki peraturan-peraturan resmi, seperti perusahaan, perkumpulan serikat kerja, atau lembaga peradilan. Peraturan-peraturan yang dihasilkan lembaga-lembaga ini umumnya tertulis dan sudah distandardisasi. Contoh, sebuah perusahaan sudah membuat aturan mengenai kenaikan pangkat, gaji, atau cuti beserta sanksi-sanksinya.

Cara pengendalian informal adalah cara pengendalian sosial yang dilakukan oleh kelompok yang kecil, akrab, bersifat tidak resmi, dan tidak mempunyai aturan-aturan resmi yang tertulis. Contoh, aturan-aturan dan kebiasaan yang ada dalam sebuah keluarga atau kelompok bermain. Cara pengendalian dalam kelompok-kelompok ini cenderung spontan atau tidak direncanakan. Contoh, di dalam suatu kelompok bermain, ada seseorang yang menyakiti hati temannya. Teman-teman yang lain kemudian memberi hukuman pada orang itu secara spontan, seperti mengejek, menyindir, menyebarkan desas-desus, memberikan teguran.

Desas-desus merupakan kabar angin (kabar burung). Kabar ini berupa berita yang menyebar secara cepat dan kadang-kadang tidak berdasarkan fakta atau kenyataan. Kebenaran berita tersebut masih diragukan.

Desas-desus sering disebut dengan gosip. Gosip sebagai bentuk pengendalian sosial dapat membuat pelaku pelanggaran sadar akan perbuatannya dan kembali kepada perilaku yang sesuai dengan norma-norma dalam masyarakatnya. Hal ini akan membuat pelaku bertindak lebih berhati-hati dan tidak mengulangi perbuatannya. Contoh, si A digosipkan telah melakukan perbuatan tidak bermoral. Gosip menyebar di masyarakat dengan cepat walaupun belum tentu si A melakukannya. Akibat gosip tersebut, si A akan bertindak lebih berhati-hati agar tidak digosipkan untuk kedua kalinya. Gosip sering terjadi di kalangan selebritis atau orang-orang yang terkenal di masyarakat, seperti para pejabat, artis, dan tokoh-tokoh masyarakat. Gosip terkadang juga dipakai sebagai alat untuk mendongkrak popularitas seseorang. Misalnya, menggosipkan artis pada hal-hal yang berkaitan dengan sikap dan tindakan artis tersebut.

Teguran adalah peringatan yang ditujukan kepada seseorang yang melakukan penyimpangan. Teguran dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Tujuan teguran adalah membuat si pelaku sesegera mungkin menyadari kesalahan yang telah diperbuatnya.

Teguran dalam organisasi formal umumnya dilakukan secara bertahap. Biasanya teguran dilakukan sebanyak tiga kali secara tertulis. Jika teguran demi teguran tidak diindahkan, maka pelaku pelanggaran akan dikenakan sanksi disiplin. Contoh, seorang guru menegur muridnya yang sering terlambat masuk kelas. Hal ini dapat disampaikan secara lisan. Namun, ketika seorang wali kelas memberikan surat kepada orang tua murid yang anaknya sering membolos, hal tersebut merupakan bentuk dari teguran tertulis.

Cara Pengendalian Sosial Melalui Sosialisasi
Menurut Fromm, apabila suatu masyarakat ingin berfungsi efektif, maka para anggota masyarakat harus berperilaku sesuai dengan nilai dan norma sosial yang mengatur pola hidup dalam masyarakat tersebut. Agar anggota masyarakat berperilaku sesuai dengan nilai dan norma (konform), diperlukan proses penanaman nilai dan norma yang disebut sosialisasi.

Dalam sosialisasi, individu-individu yang menjadi anggota masyarakat dikendalikan sehingga tidak melakukan perilaku menyimpang, menurut Fromm, sosialisasi membentuk kebiasaan, keinginan, dan adat istiadat kita. Apabila masing-masing individu memiliki pengalaman sosialisasi yang sama, maka mereka akan suka rela dan tanpa berpikir panjang lagi akan berperilaku sesuai dengan harapan-harapan sosial. Melalui sosialisasi seseorang menginternalisasikan norma dan nilai. Jika nilai dan norma sosial itu sudah menginternal dalam diri individu, maka di mana pun individu itu akan berperilaku konform (menyesuaikan diri).

Cara Pengendalian Sosial Melalui Tekanan Sosial
Lapiere melihat pengendalian sosial sebagai suatu proses yang lahir dari kebutuhan individu agar diterima ke dalam suatu kelompok. Untuk bisa diterima dalam suatu kelompok, kita akan selalu berusaha mengikuti nilai dan norma yang berlaku di dalam kelompok tersebut.

Para ahli psikologi sosial seperti Bovard menghasilkan suatu penelitian yang menyatakan bahwa seseorang cenderung mengekspresikan pernyataan pribadinya seirama atau sesuai dengan pandangan kelompoknya. Contoh, seorang anak yang tadinya bukan perokok jadi perokok setelah bergabung dalam satu kelompok bermain. Anak itu merasa berbeda dengan teman-temannya sebab mereka sering mengejek dan menertawakan penolakannya terhadap rokok. Tekanan dari teman-temannya itulah yang mengubah dirinya dari bukan perokok menjadi perokok.

No comments:

Post a Comment