Monday, March 28, 2016

Pengertian Pengendalian Sosial

Setiap masyarakat tentu mendambakan keadaan yang tenang, aman, dan teratur. Mereka tidak menginginkan situasi yang kacau dan tidak menentu. Namun, kondisi normatif tersebut tidak selalu bisa terwujud secara utuh. Banyak penyimpangan terjadi di dalam masyarakat yang berawal dari ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan.

Di media massa, sering kita baca berbagai macam perilaku menyimpang, seperti tawuran pelajar, hubungan seks pranikah, homoseksual, atau sekelompok remaja yang mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Perilaku-perilaku itu jelas tidak sesuai dengan nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Perilaku tersebut mengganggu keteraturan sosial (social order).

Untuk itulah diperlukan adanya suatu pengendalian sosial, yaitu upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat. Kondisi seimbang terjadi jika ada keserasian antara perubahan dan stabilitas yang ada di dalam masyarakat. Cara-cara yang dilakukan antara lain melalui persuasi dan koersi. Untuk itu, perlu ada pranata atau lembaga sosial yang berperan. Pranata-pranata itu antara lain polisi, pengadilan, adat, dan tokoh masyarakat. Pada bagian ini, kita akan membahas pengendalian sosial secara lebih mendalam.

Telah kita pelajari bahwa dalam sebuah masyarakat terdapat norma-norma sosial yang mengatur perilaku anggota masyarakat. Norma sosial ini tumbuh melalui proses sosialisasi. Di dalamnya ditentukan perilaku yang diperbolehkan, yang tidak diperbolehkan, yang benar, dan yang salah. Tujuannya agar tercipta sebuah keteraturan sosial. Dalam proses tersebut, tiap individu sebagai anggota masyarakat menerima aturan-aturan dan nilai yang telah ada dalam masyarakat sebagai standar penentu perilaku.

Sebagai makhluk dinamis, setiap individu dalam masyarakat pun akan selalu berkembang. Individu-individu itu akan selalu berinteraksi dengan yang lainnya sehingga menghasilkan perubahan sosial, baik itu kemajuan maupun keinunduran. Perubahan-perubahan itu dapat saja mengubah tatanan sosial yang sudah ada sehingga menimbulkan ketidakseimbangan sistem sosial. Contoh, terjadinya dekadensi moral berupa seks bebas akibat ditemukannya berbagai alat kontrasepsi. Kaum muda tidak lagi melihat seks sebagai suatu siklus reproduksi manusia yang sakral, tetapi hanya sebagai sebuah rekreasi. Mereka tidak perlu khawatir pada kehamilan di luar nikah karena telah tersedia alat-alat kontrasepsi yang dihasilkan oleh kemajuan teknologi. Perubahan-perubahan seperti ini jelas mengganggu keseimbangan sosial dalam masyarakat yang menjunjung tinggi norma kesusilaan dan nilai-nilai luhur sebuah perkawinan.

Meskipun demikian, masyarakat pada dasarnya akan selalu membutuhkan keteraturan sosial. Oleh karena itu, pada satu tahap tertentu, masyarakat akan dapat mengembalikan keadaan menjadi seimbang lagi. Masyarakat akan selalu berupaya untuk mencegah, mengurangi, maupun menghilangkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi sehingga terwujud kembali keseimbangan sosial (social equllibrium). Upaya-upaya itu disebut juga dengan pengendalian sosial (social control). Dengan demikian, pengendalian sosial merupakan mekanisme untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan mengarahkan anggota masyarakat untuk bertindak menurut norma dan nilai yang telah melembaga.

Menurut Berger pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang. Sementara itu, Roucek mengemukakan bahwa pengendalian sosial adalah suatu istilah kolektif yang mengacu pada proses terencana yang cenderung menganjurkan, membujuk, atau memaksa individu untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup suatu kelompok. Roucek menyebutkan beberapa cara pemaksaan konformitas perilaku antara lain melalui mekanisme desas-desus, mengolok-olok, mengucilkan, dan menyakiti. Ahli-ahli lain juga mengemukakan beberapa cara dan teknik pengendalian sosial lain, misalnya ideologi, bahasa, seni, rekreasi, organisasi rahasia, cara-cara tanpa kekerasan, kekerasan dan teror, pengendalian ekonomi, dan perencanaan ekonomi dan sosial.

Para sosiolog menggunakan istilah pengendalian sosial untuk menggambarkan segenap cara dan proses yang ditempuh oleh sekelompok orang atau masyarakat yang bersangkutan. Banyak cara yang digunakan untuk memaksa individu agar taat pada sejumlah peraturan. Contoh, kumpul kebo bagi masyarakat desa sangat tabu dan dianggap melanggar adat. Si pelaku yang tertangkap basah harus siap menghadapi resiko seperti digosipkan, dikucilkan, atau mungkin diarak keliling kampung. Mengapa demikian? Kumpul kebo merupakan aib di masyarakat yang tidak dapat ditolerir. Bahkan, sanksinya bisa lebih dari itu, seperti pengusiran dari kampung. Sanksi demikian sudah termasuk ke dalam pengendalian sosial, yakni berupa hukum adat.

No comments:

Post a Comment