Monday, March 28, 2016

Peran Nilai dan Norma Sosial dalam Sosialisasi

Diri seseorang merupakan produk sosial dari hasil interaksinya dengan orang lain. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. Sejak ia lahir, ia telah mengalami proses sosialisasi. Artinya, sejak lahir seseorang melakukan proses belajar tentang bagaimana bertindak dan berperilaku sesuai dengan nilai dan norma-norma sosial yang berlaku di dalam masyarakat melalui refleksi terhadap orang lain. Dengan demikian, nilai dan norma-norma sosial tersebut telah menjadi bagian dari dirinya. Ia akan selalu berperilaku atau bertindak sesuai dengan nilai dan norma-norma tersebut.

Meskipun nilai dan norma sosial merupakan isi yang dipelajari seseorang untuk membentuk dirinya, nilai dan norma sosial juga menjadi penentu bagaimana pola sosialisasi akan berlangsung dalam diri seseorang. Contohnya, nilai dan norma sosial dalam masyarakat feodal menuntut seseorang untuk tunduk dan patuh kepada orang yang lebih tua. Dengan demikian, dalam masyarakat ini pola sosialisasi yang dialami si anak cenderung represif (dipaksakan). Oleh karena itu, proses belajar anak adalah pasif di mana anak dipaksa untuk menerima nilai dan norma. Sementara dalam masyarakat yang demokratis, nilai dan norma sosial yang berlaku adalah kesamaan derajat. Pola sosialisasi yang berlangsung di dalam masyarakat ini pun cenderung partisipatoris di mana anak berperan aktif untuk belajar membentuk diri, sesuai dengan refleksi dirinya terhadap orang-orang di sekitarnya.

Pada dasarnya, tidak ada seorang manusia pun yang tidak melakukan proses sosialisasi dalam hidupnya. Manusia hidup dari dan dalam masyarakat. Melalui proses sosialisasi, seseorang menjadi tahu bagaimana ia harus berperilaku di tengah-tengah masyarakat. Proses sosialisasi juga dapat mewarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Akhirnya, ia akan terampil dan pandai dalam hidup bermasyarakat. Proses sosialisasi ini berlangsung seumur hidup selama manusia masih mampu dan mau meningkatkan kemampuannya untuk menjadi manusia yang lebih berguna bagi masyarakatnya. Namun demikian, dalam beberapa kasus terdapat individu-individu yang tidak memiliki kesempatan untuk bersosialisasi dengan baik. Contoh kasus individu yang tidak mendapat sosialisasi adalah Anna, Isabelle, dan Genie.

1. Kingsley Davis mengisahkan Anna dan Isabelle yang sejak bayi sampai berumur 5 tahun, dikurung oleh kakek dan ibunya yang bisu tuli. Saat ditemukan, kedua gadis ini tidak dapat berbicara, berjalan, atau mandi sendiri. Mereka bersikap apatis dan acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar mereka. Anna akhirnya meninggal empat tahun kemudian karena hilangnya semangat hidup. Ia hanya mampu mempelajari beberapa kata dan kalimat, beberapa aspek kehidupan sosial, dan beberapa petunjuk ringan. Isabelle setelah dua tahun dirawat secara intensif, akhirnya bisa hidup secara normal dan mulai sekolah.

2. Curtiss dan Pines mengisahkan seorang gadis berusia 1.3 tahun yang bernama Genie. Dia disekap ayahnya di dalam gudang gelap sejak umur 2 tahun. Kondisi awal saat ditemukan sama dengan yang dialami Anna dan Isabelle. Walaupun mengalami kemajuan setelah dirawat secara intensif, ia tidak berkembang hingga tahap yang seharusnya dialami anak-anak seusianya.

Dari kasus tersebut tergambarkan betapa pentingnya sosialisasi bagi manusia. Tanpa sosialisasi, kemampuan akal, emosi, dan jiwa seseorang tidak dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan masyarakatnya. Anak-anak yang kurang mengalami proses sosialisasi secara wajar akan berperilaku berbeda dari anak lainnya, seperti yang dialami Anna, Isabelle, dan Genie. Bahkan, anak tersebut takut bertemu dengan orang lain. Meskipun anak tersebut kemudian diberi sosialisasi, ternyata hasilnya tetap ketinggalan dibandingkan dengan anak lain yang usianya sebaya.

No comments:

Post a Comment